Notification

×

Iklan

Iklan

Sejarah Batujaya Karawang Kampung Seribu Candi

Wednesday, August 5, 2020 | 09:17 WIB Last Updated 2020-08-05T02:17:11Z
Sejarah Batujaya Karawang Kampung Seribu Candi
Sejarah Batujaya Karawang Kampung Seribu Candi

KARAWANGPORTAL - Hello warganet kali ini admin karawang portal akan mencoba menulis Sejarah Batujaya Karawang Kampung Seribu Candi - Sempat besar disana namun tak tau sejarahnya yuk disimak.

Batujaya adalah sebuah kecamatan yang terletak di Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Titik koordinat : 07 9' 13" -7 56' 30" 4.00. Batujaya memiliki luas 91.89 Kilometer persegi dan berjarak 41 KM dari pusat Kota Karawang.  Batujaya terdiri dari 10 desa yaitu Batujaya, Karyabakti, Telukbango, Telukambulu, Segaran, Segarjaya, Baturaden, Karyamakmur, Karyamulya dan Kutaampel. Jumlah penduduk Kecamatan Batujaya berjumlah 82721 (statistik tahun 2018). 

Nama Batujaya mulai dikenal luas oleh masyarakat ketika di sana ditemukan bebatuan reruntuhan bangunan candi peninggalan Kerajaan Tarumanagara dari abad 4-8 M. Cerita bermula tahun 1984 ketika tim Arkeologi dari Fakultas Sastra Indonesia (sekarang : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia) mulai melakukan penelitian di sana berdasarkan informasi warga. Berdasarkan penelitian dari tahun 1985 sampai 2020 para ahli menemukan hampir 100 reruntuhan candi yang tersebar di tengah hamparan sawah yang meliputi Kecamatan Batujaya dan Pakisjaya.

Titik pusat candi berada di Desa Segaran Batujaya dan Desa Telagajaya, Pakisjaya. Candi yang sudah diekskavasi utuh yaitu Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Kedua candi itu sering dikunjungi para wisatawan. Kompleks Candi Batujaya berjarak 6 KM dari pantai dan 500 Meter dari Sungai Citarum. Area keseluruhan Candi Batujaya sekitar 500 hektar.

Asal-Usul Nama Batujaya

Nama Batujaya berasal dari kata batu (material batu alam) dan jaya (kejayaan, kemenangan atau keunggulan). Dengan demikian nama Batujaya memiliki arti Batu Kejayaan. Berdasarkan cerita rakyat, nama Batujaya berasal dari keberadaan batu-batu berukuran besar menyerupai lingga yang berada tepat di mulut muara sungai Batujaya yang menginduk ke Sungai Citarum. Tetapi sekarang Sungai Batujaya sudah tidak ada berubah jadi pemukiman penduduk dan batu-batu lingga atau menhirnya berada di daerah Bekasi akibat perubahan jalur Sungai Citarum.

Proses berpindahnya batu lingga berukuran besar dari Batujaya Karawang ke Bekasi tidak ada yang tahu peristiwa persisnya. Cerita rakyat mengatakan Menhir Batujaya terbang sendiri melintasi Sungai Citarum. Namun kajian lapangan mengindikasikan adanya perubahan jalur Citarum sebagai penyebab perubahan lokasi batu menhir.

Menhir Batujaya memiliki panjang sekitar 2 M. Jumlahnya ada dua. Berdasarkan bentuk dan lokasi keberadaannya, Menhir Batujaya menyerupai lingga utama atau Lingga Karatuan yang menjadi simbol sah tidaknya seorang raja Hindu jaman dulu. Sanjaya pendiri Mataram Kuno di Jawa Tengah tercatat pernah membuat lingga seperti itu, sebelum kemudian batu lingga tersebut hilang.

Nama Batujaya sudah dikenal sejak abad 16 Masehi. Berdasarkan Dagh Register Castle Batavia, pada tahun 1677 rombongan ekspedisi VOC pimpinan Frederick Hendrick Muller pernah singgah di Kampung Batujaya dalam perjalanan ke Karawang. Tahun 1700-an wilayah Batujaya yang dipenuhi oleh rawa-rawa dirubah jadi lahan pertanian, penanaman tarum dan perikanan oleh Tumenggung Wirabaya atas kesepakatan dengan pejabat VOC, Jakob Van der Bissche.

Pada abad 18 wilayah Batujaya mulai berkembang dan timbul pemukiman baru seperti Segaran, Tapak Serang, Telaga Herang dan Kampung Sumur. Mayoritas penduduknya berasal dari suku Sunda dan Betawi.

Rahasia Sungai Candi

Wilayah Batujaya dilewati beberapa sungai seperti Citarum, Kali Asin, Sungai Merah dan Pagadungan. Uniknya Sungai Pagadungan berdasarkan peta dari Leiden Maps tahun 1910 disebut dengan nama Sungai Candi, padahal bangunan candinya baru ditemukan tahun 1985 atau hampir 70 tahun kemudian.
Sungai Candi dipercaya sebagai jalur transfortasi masa lalu yang menghubungkan Citarum dengan area candi. Sungai Candi melewati daerah Kurung Barang yang menurut cerita rakyat dianggap sebagai jalur transit perahu-perahu yang akan dan sudah mengunjungi area candi. Di Sungai Candi banyak ditemukan artefak kuno termasuk bekas perahu tua yang terbenam di dasar sungai.

Situs Cagar Budaya Nasional

Wilayah Batujaya sejak tahun 2016 telah diusulkan untuk menjadi Kawasan Strategis Nasional. Sedangkan Candi Batujaya telah resmi menjadi Situs Cagar Budaya Nasional pada tahun 2019. Pengelolaan situs berada dibawah BPCB Serang-Banten. Setiap tahun umat Budha mengadakan acara Waisak di Batujaya karena berdasarkan penelitian sejarah Candi Batujaya memiliki latar belakang kebudayaan Hindu-Budha.

Batujaya Kota Suci Masa Silam

Berdasarkan penelitian sejarah, wilayah Batujaya memiliki latar belakang berbagai kebudayaan dari mulai budaya pribumi, Hindu dan Budha. Kebudayaan pribumi Batujaya dikategorikan sebagai Kebudayaan Buni karena benda-benda sejarah yang ditemukan di sana memiliki kemiripan dengan temuan di Kompleks Arkeologi Kampung Buni Bekasi.

Kebudayaan Buni dianggap sebagai kebudayaan pribumi yang diasumsikan bercorak animisme dan dinamisme. Kebudayaan ini berkembang di awal Masehi di sepanjang pantai utara Jawa. Di Karawang Kebudayaan Buni berlokasi di pinggir pantai Batujaya, Pedes, Cilebar dan Tempuran.

Sunda Sembawa

Indikasi Batujaya sebagai Kota Suci Masa Silam bisa kita lacak pada muatan Naskah Kabantenan dari abad 15. Naskah Kabantenan menyinggung tentang Sunda Sembawa. 

Sunda Sembawa mengandung arti Sunda Pertama (wiwitan). Nama itu pada abad 14-15 merupakan nama tempat, tapi pada masa sevelumnya merupakan gelar Tarusbawa, menantu Raja Tarumanegara, yang mengawali pendirian Negara Sunda yang berpusat di Pakuan. Gelarnya Sri Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manumanggalajaya Sundasembawa. Nama Sunda Sembawa dipakai oleh Tarusbawa konon sebagai bentuk hubungan dengan asal usul Sundapura-nya Taruma di masa kejayaan.

Pembacaan dari Prasasti Kabantenan mengindikasikan bahwa Sunda Sembawa itu sebuah kawasan suci, bukan hanya satu dua tempat ibadah, tapi sebuah kompleks luas yang disebut Dewasasana. Di situ bukan hanya ada tempat ibadah, tapi juga asrama para pendeta/resinya. Mereka mungkin penyembah dewa, tapi di Sunda Sembawa juga terdapat Kabuyutan Sunda.

Prasasti Kabantenan mengindikasikan bahwa Sunda Sembawa itu dekat dengan muara sungai dan laut karena petugas pajak-nya dipanggil dengan sebutan Para Muhara, semacam petugas pabeyan muara sungai, sedangkan petugas pajak biasa umumnya disebut Para Pangurang jika menilik Naskah Karesian. 

Naskah Pragmen Carita Parahiyangan juga ada indikasi begitu pada bab yang berkaitan dengan gerak mundur pasukan Banten bahwa tempat bernama Jayagiri juga dekat dengan pantai. Dan disitu jadi tempat keagamaan juga sama seperti Sunda Sembawa. Mungkinkah Jayagiri itu Pecandian Cibuaya? Saya kurang tahu.

Berdasarkan petunjuk Prasasti Kabantenan tersebut saya sendiri berpendapat yang dimaksud Kawasan Suci Sunda Sembawa yang meliputi kota (dayeuhan) dan kompleks sucinya (dewasasana dan juga kabuyutan) adalah Batujaya.

Pada masa dulu Batujaya masuk wilayah Galuh karena berada di timur Citarum. Dan Batujaya bukan hanya satu-satunya kawasan keagamaan suci yang luas yang ada di Tanah Sunda, tapi juga satu-satunya yang berada dekat muhara (Muara Citarum), tempat Para Muhara pemungut pajak di Pabeyan seperti isi Prasasti Kabantenan. Pada abad 14 Para Muhara Citarum dipimpin Ki Gedeng Krawang.

Karakteristik Batujaya saya kira, cocok dengan Sunda Sembawanya Prasasti Kabantenan.

Niskala Wastu Kancana penguasa Galuh telah menitipkan Dewasasana dan Kabuyutan Batujaya di Karawang kepada orang Galuh/ Ciamis (Raja Ningrat Kancana) dan kepada orang Bogor/ Pakuan (Raja Susuk Tunggal).

No comments:

Post a Comment

Karawang Portal | adalah tempat belajar blogger pemula dan profesional. Kamu bisa menemukan kami di sosial media berikut.

Note: Only a member of this blog may post a comment.

×
Berita Terbaru Update